Mohon Maaf blog sedang dalam perbaikan

About

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Wednesday 19 March 2014

Hutan Mangrove ( Hutan Bakau ), Permasalahan dan Solusinya

Hutan Mangrove, Permasalahan dan Solusinya

HUTAN MANGROVE, PERMASALAHAN DAN SOLUSINYA



Latar Belakang
            Kita terhenyak begitu banyak bencana melanda negeri ini, dari Sabang sampai ke Merauke telah kebagian bencana. Kita bertanya-tanya, mengapa begitu banyak bencana, mulai dari longsor, banjir  hingga tsunami. Mari sejenak kita merenung. Adakah kita sebagai manusia yang dipercaya sebagai khalifah dimuka bumi telah menunaikan amanah itu?.  Sudah bukan rahasia lagi, negeri kita yang dulunya terkenal dengan hutannya, sekarang dimana-mana  telah banyak hutan yang rusak(baca: gundul).
Sebagai contoh saja kita simak hutan di Propinsi Bengkulu. Dari luasan hutan sebesar 920.964 ha, 394.414,1 ha telah mengalami kerusakan. Selain itu, dari 340.575 ha kawasan lindung wilayah administrasi Propinsi Bengkulu 123.534,58 ha atau sekitar 36,27% telah rusak parah (kondisi non-hutan). Penyebab utama kerusakan hutan diduga dikarenakan illegal logging, perambahan, penambangan, konversi hutan dll baik oleh pengusaha, masyarakat  maupun oknum tak dikenal (Santoso U, 2007).
           Onrizal (2005) menyatakan bahwa salah satu hutan yang telah rusak adalah hutan mangrove. Sebagai contoh hutan mangrove di sepanjang pantai barat dan timur pulau Sumatera telah rusak lebih dari 50%. Propinsi Bengkulu memiliki laut sepanjang 525 km. Sebanyak 50% hutan mangrove yang terdapat di 525 km pantai Bengkulu telah mengalami kerusakan dan perlu segera direboisasi. Reboisasi hutan mangrove sangat penting, karena akan menjaga abrasi pantai, mengembalikan habitat biota laut serta meminimalisasi terjadinya bencana akibat gelombang tsunami.

Pengertian Hutan Mangrove
            Hutan mangrove adalah hutan yang berada di daerah tepi pantai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut, sehingga lantai hutannya selalu tergenang air.  Menurut Steenis (dalam Harianto, 1999), hutan mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh diantara garis pasang surut. Hutan mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu komunitas pantai tropis yang didominasi oleh beberapa spesies pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin.
Sedangkan menurut Soerianegara (dalam Harianto, 1999) mendevinisikan hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di daerah pantai, biasanya terdapat di daerah teluk dan di muara sungai yang dicirikan oleh: 1) tidak terpengaruh iklim; 2) dipengaruhi pasang surut; 3) tanah tergenang air laut; 4) tanah rendah pantai; 5) hutan tidak mempunyai struktur tajuk; 6) jenis-jenis pohonnya biasanya terdiri dari api-api (Avicenia sp.), pedada (Sonneratia sp.), bakau (Rhizophora sp.), lacang (Bruguiera sp.), nyirih (Xylocarpus sp.), nipah (Nypa sp.) dll.  
            Hutan mangrove dibedakan dengan hutan pantai dan hutan rawa. Hutan pantai yaitu hutan yang tumbuh disepanjang pantai, tanahnya kering, tidak pernah mengalami genangan air laut ataupun air tawar. Ekosistem hutan pantai dapat terdapat  disepanjang pantai yang curam di atas garis pasang air laut. Kawasan ekosistem hutan pantai ini tanahnya berpasir dan mungkin berbatu-batu. Sedangkan hutan rawa adalah hutan yang tumbuh dalam kawasan yang selalu tergenang air tawar. Oleh karena itu, hutan rawa terdapat di daerah yang landai, biasanya terletak di belakang hutan payau.

Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove
            Onrizal, (2006) Fungsi ekosistem mangrove  mencakup fungsi  fisik (menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai dari erosi laut/abrasi, intrusi air laut, mempercepat perluasan lahan, dan mengolah bahan limbah), fungsi biologis (tempat pembenihan ikan, udang, tempat pemijahan beberapa biota air, tempat bersarangnya burung, habitat alami bagi berbagai jenis biota) dan fungsi ekonomi (sumber bahan bakar, pertambakan, tempat pembuatan garam, bahan bangunan, makanan, obat-obatan & minuman, asam cuka, perikanan, pertanian, pakan ternak, pupuk, produksi kertas & tannin dll).
Kusmana (dalam Onrizal, 2006) menyatakan bahwa hutan mangrove berfungsi sebagai: 1) penghalang terhadap erosi pantai dan gempuran ombak yang kuat; 2) pengolah limbah organik; 3) tempat mencari makan, memijah dan bertelur berbagai biota laut; 4) habitat berbagai jenis margasatwa; 5) penghasil kayu dan non kayu; 6) potensi ekoturisme.
             Ishyanto (dalam Onrizal, 2006) Hutan mangrove secara mencolok mengurangi dampak negatif tsunami di pesisir pantai berbagai Negara di Asia. Hal ini terjadi karena adanyaRhizophora. Rhizophora memantulkan, meneruskan dan menyerap energi gelombang tsunami yang diwujudkan dalam perubahan tinggi gelombang tsunami ketika menjalar melalui rumpunRhizophora (bakau). Hutan mangrove mengurangi dampak tsunami melalui dua cara, yaitu: kecepatan air berkurang karena pergesekan dengan hutan mangrove yang lebat, dan volume air dari gelombang tsunami yang sampai ke daratan menjadi sedikit karena air tersebar ke banyak saluran (kanal) yang terdapat di ekosistem mangrove.

Permasalahan Hutan Mangrove
            Permasalahan riil yang ada sekarang terhadap hutan mangrove baik di dunia maupun di Indonesia secara khusus adalah terjadinya kerusakan akibat pemanfaatan yang melebihi kebutuhan dan meninggalkan asas keberlanjutan. Faktor penyebab terjadinya kerusakan pada hutan mangrove diantaranya;
1.      Pemanfaatan yang tidak terkontrol, karena ketergantungan masyarakat yang menempati wilayah pesisir sangat tinggi.
2.      Konversi hutan mangrove untuk berbagai kepentingan (perkebunan, tambak, pemukiman, kawasan industri, wisata dll.) tanpa mempertimbangkan kelestarian dan fungsinya terhadap lingkungan sekitar.

Akibat Rusaknya Hutan Mangrove
1. Instrusi air laut
            Instrusi air laut adalah masuknya atau merembesnya air laut ke arah daratan sampai mengakibatkan air tawar sumur/ sungai menurun mutunya, bahkan menjadi payau atau asin (Harianto, 1999). Dampak instrusi air laut ini sangat penting, karena air tawar yang tercemar intrusi air laut akan menyebabkan keracunan bila diminum dan  dapat merusak akar tanaman.
2. Turunnya kemampuan ekosistem mendegradasi (pengikisan) sampah organic, minyak bumi dll.
3. Menurunnya keanekaragamanhayati di wilayah pesisir
4. Meningkatnya abrasi pantai
5. Turunnya sumber makanan, tempat pemijah & bertelur biota laut. Akibatnya produksi tangkapan ikan menurun.
6. Turunnya kemampuan ekosistem flora pesisir pantai dalam menahan tiupan angin, gelombang air laut dlll.
7. Meningkatnya pencemaran pantai.

Pemecahan Masalah Terhadap Rusaknya Mangrove
            Untuk konservasi hutan mangrove dan sempadan pantai, Pemerintah Republik Indonesia telah menerbitkan Keppres No. 32 tahun 1990. Sempadan pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai, sedangkan kawasan hutan mangrove adalah kawasan  pesisir laut yang merupakan habitat hutan mangrove yang berfungsi memberikan perlindungan kepada kehidupan pantai dan lautan. Sempadan pantai berupa jalur hijau selebar 100 m dari pasang tertinggi ke arah daratan.
            Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki dan melestarikan hutan mangrove antara lain:
1. Penanaman kembali hutan mangrove (reboisasi)
        Penanaman mangrove sebaiknya melibatkan masyarakat. Modelnya dapat masyarakat terlibat dalam pembibitan, penanaman dan pemeliharaan serta pemanfaatan  hutan mangrove berbasis konservasi. Model ini memberikan keuntungan kepada masyarakat  antara lain terbukanya peluang kerja  sehingga terjadi peningkatan pendapatan masyarakat.
2. Pengaturan kembali tata ruang wilayah pesisir: pemukiman, vegetasi, dll. Wilayah pantai dapat diatur menjadi kota ekologi sekaligus dapat dimanfaatkan sebagai wisata pantai (ekoturisme) berupa wisata alam atau bentuk lainnya.
3. Peningkatan motivasi dan kesadaran masyarakat untuk menjaga dan memanfaatkan mangrove secara bertanggungjawab.
4. Ijin usaha dan lainnya hendaknya memperhatikan aspek konservasi, khususnya di wilayah pesisir.
5. Peningkatan pengetahuan dan penerapan kearifan lokal tentang konservasi.
6. Peningkatan pendapatan masyarakat pesisir.
7. Program komunikasi konservasi hutan mangrove.
8. Penegakan hukum.
9. Perbaikkan ekosistem wilayah pesisir secara terpadu dan berbasis masyarakat. Artinya dalam memperbaiki ekosistem wilayah pesisir masyarakat sangat penting dilibatkan  yang kemudian dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. Selain  itu juga mengandung pengertian bahwa konsep-konsep lokal  (kearifan lokal) tentang ekosistem dan pelestariannya perlu ditumbuhkembangkan kembali sejauh dapat mendukung program tersebut.

Daftar Pustaka 
Harianto, S. P. 1999. Konservasi mangrove dan potensi pencemaran. Jurnal Manajemen & Kualitas Lingkungan, Volume 1
Onrizal. 2005. Hutan mangrove selamatkan masyarakat Pesisir Utara Nias Sumatra Utara dari tsunami. Jurnal Manajemen dan Kualitas Lingkungan, Volume 1
Onrizal. 2006. Hutan mangrove: Bagaimana memanfaatkannya secara lestari?. Jurnal Manajemen dan Kualitas Lingkungan, Volume 1
Santoso, U. 2007. Permasalahan dan  solusi pengelolaan lingkungan hidup di Propinsi Bengkulu. Jurnal Perhutani, Volume 2.
Share:

Lahan Kritis

Pengertian Lahan Kritis
Lahan kritis dapat didefinisikan sebagai lahan yang telah mengalami kerusakan sehingga berkurang fungsinya sampai pada batas yang ditentukan atau diharapkan. Fungsi yang dimaksud pada  defenisi tersebut adalah fungsi produksi dan fungsi tata airnya. Fungsi produksi berkaitan dengan fungsi tanah sebagai sumber unsur hara bagi tumbuhan dan fungsi tata air berkaitan dengan fungsi tanah sebagai tempat berjangkarnya akar dan menyimpan air tanah.


Penyebab Lahan Kritis
Adapun faktor–faktor yang menyebabkan terjadinya lahan kritis adalah :
§  Terjadinya longsor dan letusan gunung berapi.
§  Penebangan liar (illegal logging).
§  Kebakaran hutan.
§  Pemanfaatan sumber daya hutan yang tidak berasaskan kelestarian.
§  Penataan zonasi kawasan belum berjalan.
§  Pola pengelolaan lahan tidak konservatif.
§  Pengalihan status lahan (berbagai kepentingan).
Persebaran Lahan Kritis
Lahan kritis di Indonesia pada akhir Pelita VI (awal tahun 1999/2000) cukup luas yaitu sekitar 23,2 juta ha, yang terdapat dalam kawasan hutan 8,1 juta ha dan di luar kawasan hutan 15,1 juta ha. Lahan kritis umumnya terdapat di daerah pegunungan atau di daerah aliran sungai (DAS) bagian hulu, dengan ciri utama antara lain lahan berlereng terjal, tanpa atau sedikit vegetasi penutup tanah (gundul), adanya tanda-tanda lahan telah tererosi, dan tanah berwarna merah karena lapisan atasnya telah tererosi.
Reklamasi Lahan Kritis
§  Upaya untuk mereklamasi atau mengelola lahan – lahan kritis harus dipertimbangkan dahulu tingkat kerusakan yang terjadi pada lahan tersebut. Reklamasi lahan–lahan kritis dapat dilakukan dengan penanaman tanaman penghijauan, yaitu secara teknis lahan kritis tidak dapat diolah untuk tujuan usaha pertanian tanaman semusim dan harus dikelola dengan melakukan penghijauan dengan menanam tanaman tahunan.  Lahan kritis digunakan sebagai lahan tangkapan air dan digunakan sebagai perlindungan mata air.
§  Upaya reklamasi lainnya yang dapat dilakukan dengan sistem penanaman jalur penyekatyaitu guna mempersiapkan suatu kondisi awal dalam usaha pengembangan pertanian ataupun usaha perkebunan di lahan yang bervegatasi alang – alang. Areal ini kelak akan dapat dimanfaatkan untuk perkebunan yang bebas dari erosi dan kerusakan lainnya.
§  Sistem reklamasi lainnya dengan pembuatan teras. Tujuan dari pembuatan teras untuk mengurangi kecepatan aliran air permukaan sehingga mengurangi terjadinya erosi.
Solusi alternatif  lain untuk mencegah terjadinya lahan kritis
§  1. Mengurangi dilakukannya eksploitasi hutan.
§  2. Tindakan yang tegas terhadap pembukaan area untuk kegiatan apapun  di kawasan hutan lindung.
§  3. Melakukan penghijauan yang intensif pada kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan yang teridentifikasi sebagai lahan kritis.
§  4. Menghindari meluasnya alih fungsi lahan untuk perkebunan kelapa sawit.
§  5. Mengambil tindakan yang tegas terhadap perusahaan tambang batubara yang  mengabaikan reklamasi dan revegetasi.
§  6. Tidak memberikan perijinan kuasa penambangan batubara yang baru.
§  7. Harus ada sanksi tegas bagi masyarakat yang membuang sampah di sungai-sungai.
§  8. Melakukan kampanye besar-besaran pelestarian lingkungan.
§  9. Penyebaran leaflet himbauan untuk tidak membakar hutan dan lahan, serta pelestarian hutan tropis.
§  10. Penyebaran VCD dampak kerusakan lingkungan terhadap manusi dan lingkungannya.
Kesimpulan
§  Faktor-faktor penyebab terjadinya banjir dan kekeringan/ kebakaran  di masing–masing daerah berdasarkan analisis data perubahan penutupan lahan dan iklim disebabkan oleh semakin luasnya lahan kritis akibat pembalakan hutan secara besar-besaran dan pembukaan lahan  untuk perkebunan dan pertambangan, yang berakibat semakin luasnya padang alang-alang dan semak belukar. Lahan  seperti ini sangat kecil resistensinya dalam menahan air pada musim hujan dan kekeringan pada saat musim kemarau panjang yang berdampak pada kebakaran hutan.
§  Terjadinya lahan kritis dapat menyebabkan kerusakan fisik, kimia, dan biologi tanah.

§  Perlu adanya upaya dan solusi untuk mengurangi lahan kritis pada masing–masing daerah yaitu melakukan reklamasi dengan membuat tanaman penghijauan, penanaman tanaman semusim, dan pembuatan teras.
Share:

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KERUSAKAN TERUMBU KARANG DAN SOLUSI PENANGGULANGANNYA

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KERUSAKAN TERUMBU  KARANG DAN SOLUSI PENANGGULANGANNYA
SURYA DHARMA
E21009010

Untuk melihat gambar harap download sini (lengkap dengan artikel)

Abtrak

Indonesia adalah  salah satu negara kepulauan terbesar di dunia dengan garis pantai 81.000 km. Dari sisi keanekaragaman hayati, Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan hayati laut terbesar. Terumbu karang merupakan suatu ekosistem yang dibangun terutama oleh biota laut penghasil kapur khususnya jenis-jenis karang batu dan alga berkapur. Terumbu karang dapat dijadikan parameter kondisi lingkungan di perairan. Pada saat ini kelangsungan hidup dan kelasterian organisme ini mulai terancam karena berbagai faktor diantaranya proses sedimentasi, penangkapan dengan bahan peledak dan sianida, aliran drainase, pengumpulan dan pengerukan, pencemaran air, pengelolaan tempat rekerasi bahari yang tidak profesional dan pemanasan global. Namun kerusakan yang terjadi dapat di cegah dan dikandalikan dengan itikad baik dan dengan proses zonasi dan rehabilitasi
Abstack

Indonseia is the  biger one of  the most archipelago country in the world with boundaries about 81.000 Km.  Indonesia have much varety which live in the sea. Coral reef is a ecosystem are developed by organisme of sea which product lime. Coral reef  referable  to parameter of environment’s condition. A certain time, this organism have been  attacked by human activity such as sedimentation, substance of blaster and sianida, dredging, water pollutions and global warming. However this damaged can preventable by zonasi and rehabilitation. 

I. PENDAHULUAN
1.1 latar Belakang

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan garis pantai yang terpanjang nomor dua setelah Kanada yaitu 81.000 km. Luas wilayah teritorial Indonesia yang sebesar 7,1 juta km2 didominasi oleh wilayah laut yaitu kurang lebih 5,4 juta km2. Sebagai negara kepulauan terbesar dan secara geografis terletak di antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, keanekaragaman hayati laut Indonesia tak tehitung jumlahnya. Terumbu karang Indonesia sangat beraneka ragam dan memegang peranan yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan dan menyumbangkan stabilitas fisik pada garis pantai tetangga sekitarnya.(Pujiatmoko, 2009)
Dengan potensi fisik sebesar ini, Indonesia dikaruniai pula dengan sumberdaya perikanan dan kelautan yang besar. Dari sisi keanekaragaman hayati, Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan hayati kelautan terbesar. Dalam hal ekosistem terumbu karang (coral reefs) misalnya, Indonesia dikenal sebagai salah satu penyumbang kekayaan hayati terumbu karang terbesar di dunia. Dengan luas total sebesar 50.875 km2, maka 51 % terumbu karang di kawasan Asia Tenggara dan 18 % terumbu karang di dunia, berada di wilayah perairan Indonesia.(Dahuri R, Rais Y, Putra S, G, Sitepu, M.J, 2001)
Wilayah pesisir merupakan sumber daya potensial di Indonsia, yang merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Sumber daya ini sangat besar didukung oleh adanya garis pantai sepanjang sekita 81.000 km (Dahuri et al, 2001). Garis pantai yang panjang menyimpan potensi kekayaan sumber alam yang besar. Potensi itu diantaranya potensi hayati dan non hayati. Patensi hayati semisal perikanan, hutan mangrove dan terumbu karang. Potensi non hayati misalnya mineral dan bahan tambang serta pariwisata.
Terumbu karang (coral reefs) adalah suatu ekosistem di dasar laut tropis yang dibangun terutama oleh biota laut penghasil kapur khususnya jenis-jenis karang batu dan algae berkapur. Ekosistem terumbu karang menpunyai manfaat yang bermacam-macam. Yakni sebagai tempat hidup bagi berbagai biota laut tropis lainnya sehingg terumbu karang memiliki keanekaragaman jenis biota sangat tinggi dan sangat produktif, dengan bentuk dan warna yang beraneka ragam, sehingga dapat dijadikan sebagai sumber bahan makanan dan daerah tujuan wisata. Selain itu juga dari segi ekologi terumbu karang berfungsi sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak.
Keberadaan terumbu karang sangat sensitif terhadap pengaruh lingkungan baik yang bersifat fisik maupun kimia. Pengaruh itu dapat mengubah komunitas karang dan menghambat perkembangan terumbu karang secara keseluruhan. Kerusakn terumbu karang pada dasarnya dapat disebabkan oleh faktor fisik , biologi dan klarena aktivita s manusia.
Isu-isu rusaknya sumberdaya alam perikanan dan kelautan pun telah lama diketahui. Hasil studi menunjukkan bahwa kerusakan terumbu karang di Indonesia telah sampai pada tahap mengkhawatirkan. Hampir 51 % kawasan terumbu karang yang terancam di Asia Tenggara berada di Indonesia, disusul sebesar 20 % di Filipina. Oleh karena itu harus dilindungi dan dikembangkan secara terus menerus baik untuk kepentingan generasi sekarang maupun generasi mendatang.
Menyikapi permaslahan diatas, penulis mencoba untuk mencari solusi terbaik dalam pengelolaan sumber daya alam kuhusunya terumbu karang yang ada di Indonesia.

1.2 Tujuan

1.  Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat menyebabkan rusak nya terumbu karang di perairan Indonesia.
2.  Untuk mengetahui solusi  baik dalam bentuk tindakan maupun kebijakan tepat dalam menjaga kelestarian terumbu karang

1.3 Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi kepada masyarakat tentang faktor-faktor apa saja yang dapat merusak kelestarian terumbu karang
2.  Agar masyarakat dapat melakukan tindakan yang lestari dalam pemanfaatan terumbu karang
II. TINJAUAN  PUSTAKA


2.1 TERUMBU KARANG
Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem subur yang terdapat di laut. Ekosistem ini di bentuk oleh komunitas karang dan berbagai biota laut yang berasosiasi dengan karang. Dalam hal evaluasi terhadap terhadap kondisi ekosistem terumbun karang kriteria yang dikembangkan berupa tutupan.

Gambar 1 : Nudibranch adalah salah satu dari banyak mahluk hidup yang mengesankan di terumbu karang.

Terumbu karang merupakan rumah bagi ribuan hewan dan tumbuhan yang memiliki nilai ekonomis tinggi, berbagai jenis hewan laut mencari makan dan berlindung di ekosistem tersebut. Pada kondisi yang sangat maksimal, terumbu karang menyediakan ikan-ikan dan molusca hingga mencapai jumlah sekitar 10 – 30 ton/km2 per tahunnya (Hanggono, A., Bambang K., Suhud, Rasjid A., dan Murad S, 2001). Ekosistem ini merupakan sumber plasma nuftah bagi makhluk hidup baik di masa sekarang maupun di masa yang akan datang. Selain itu, terumbu karang merupakan laboratorium alam yang sangat unik untuk berbagai penelitian yang dapat mengungkapkan penemuan yang sangat berguna bagi kehidupan manusia. Keindahannya dapat menjadi sumber devisa pariwisata bagi pemerintah setempat, sehingga dapat menambah penghasilan manusia, terutama bagi masyarakat pesisir.
Terumbu karang (coral reefs)  merupakan ekosistem laut tropis yang  terdapat di perairan dangkal yang jernih, hangat (lebih dari 22oC), memiliki kadar CaCO3 (Kalsium Karbonat) tinggi, dan komunitasnya didominasi berbagai jenis hewan karang keras. Kalsium Karbonat ini berupa endapan masif yang dihasilkan oleh organisme karang (filum Scnedaria,  klas Anthozoa, ordo Madreporaria Scleractinia), alga berkapur, dan organisme lain yang mengeluarkan CaCO3 (Guilcher, 1988).
Di dunia terdapat dua kelompok karang yaitu karang hermatifik dan karang  ahermatifik. Perbedaannya terletak pada kemampuan karang hermatifik dalam menghasilkan terumbu. Kemampuan ini disebabkan adanya sel-sel tumbuhan yang bersimbiosis dalam jaringan karang hermatifik. Sel tumbuhan ini dinamakan zooxanthellae. Karang hermatifik hanya ditemukan di daerah tropis, sedangkan karang ahermatifik tersebar di seluruh  dunia (Guilcher, 1988). Dengan kata lain Indonesia yang terletak di daerah tropis memiliki kedua jenis kelompok ini. Komunitas terumbu karang di Indonesia tercatat seluas lebih dari 20.000km2 yang meliputi karang hidup, karang mati, lamun, dan pasir (COREMAP, 2002).
Arah perkembangan terumbu organik dikontrol oleh keseimbangan ketiga faktor yaitu hidrologis, batimetris, dan biologis. Jika ketiga faktor seimbang, terumbu berkembang secara radial dan akan terbentuk terumbu paparan dan apabila pertumbuhan ini berlanjut akan terbentuk terumbu pelataran bergoba. Namun jika perkembangan radial dibatasi oleh kondisi batimetri akan terbentuk terumbu paparan lonjong. Terumbu yang terakhir ini tidak membentuk lagun yang benar dan depresi menyudut merupakan penyebaran pasir. Sedangkan terumbu paparan dinding terbentuk pada kondisi batimetris dan hidrologis tidak simetris, di mana perkembangan terumbu terbatas pada satu atau dua arah. Kondisi ini akan menghasilkan perkembangan terumbu secara linier, dan membentuk terumbu dinding berupa terumbu dinding tanduk dan terumbu dinding garpu. Terbentuknya terumbu dinding garpu ini menunjukkan adanya arus pasang surut yang kuat. (Zuidam, 1985).
Terumbu karang dapat berkembang dan membentuk suatu pulau kecil. Dari lima jenis pulau yaitu Pulau Benua (Continental Islands), Pulau Vulkanik (Volcanic Islands), Pulau Daratan Rendah (Low Islands) , Pulau Karang Timbul (Raised Coral Islands), dan Pulau Atol (Atolls), dua yang terakhir terbentuk dari terumbu karang. Di sisi lain, dari sepuluh jenis bentuk lahan (Zuidam, 1985), terumbu karang adalah salah satunya.
Bentuk lahan (landforms) ini adalah bentuk lahan organik yaitu berupa binatang. Bentuk lain yang berhubungan dengan terumbu karang adalah bentuklahan karst, yaitu terbentuk melalui proses karstifikasi pada batuan kalsium karbonat. Namun bentuk lahan karst ini terbentuk secara alami melalui proses eksogenik dan endogenik dan erlangsung pada skala besar (Thornbury, 1954). Sedangkan terumbu karang terbentuk secara organik dan relatif perlahan sehingga lebih dimungkinkan adanya campur tangan manusia dalam pertumbuhannya. Hasil identifikasi bentuklahan mencerminkan karakteristik fisik lahan dan untuk mendapatkannya dengan melalui analisis geomorfologis. Geomorfologi adalah studi yang mendeskripsi bentuklahan dan proses-proses yang menghasilkan bentuklahan serta menyelidiki hubungan timbal-balik antara bentuklahan dan proses-proses tersebut dalam susunan keruangan (Zuidam, 1985).
Pulau Karang Timbul adalah pulau yang terbentuk oleh terumbu karang yang terangkat ke atas permukaan laut karena adanya gerakan ke atas (uplift) dan gerakan ke bawah (subsidence) dari dasar laut karena proses geologi. Pada saat dasar laut berada di dekat permukaan laut (kurang dari 40 m), terumbu karang mempunyai kesempatan untuk tumbuh dan berkembang di dasar laut yang naik tersebut. Setelah berada di atas permukaan laut, terumbu karang akan mati dan menyisakan rumahnya dan membentuk pulau karang. Jika proses ini berlangsung terus, maka akan terbentuk pulau karang timbul. Pada umumnya, karang yang timbul ke permukaan laut berbentuk teras-teras seperti sawah di pegunungan. Proses ini dapat terjadi pada pulau-pulau vulkanik maupun non-vulkanik.
Pulau Atol, adalah pulau (pulau karang) yang berbentuk cincin. Pada umumnya pulau atol ini adalah pulau vulkanik yang ditumbuhi oleh terumbu karang membentuk terumbu pinggiran (fringing reef), kemudian berubah menjadi terumbu penghalang (barrier reef),  dan akhirnya berubah menjadi pulau  atol. Proses pembentukan tersebut disebabkan oleh adanya gerakan ke bawah (subsidence) dari pulau vulkanik semula, dan oleh pertumbuhan vertikal dari terumbu karang (Stoddart, 1975, dalam Retraubun, 2002).
Definisi pulau-pulau kecil adalah pulau dengan luas kurang dari 2000 km2  atau pulau yang memiliki lebar kurang dari 10 km. Jika data karakteristik terumbu karang tersedia dan kebijakan pengelolaan dicanangkan, maka luas terumbu karang yang 20.000km2 dapat memberi manfaat bagi masyarakat nelayan di sekitarnya. Selain itu dimungkinkan terumbu karang akan  menjadi pulau kecil.  Sedangkan pulau didefinisikan sebagai: an island is a naturally formed area of land surrounded by water, whiich is  above water at high tide. Pulau adalah suatu wilayah daratan yang terbentuk secara alamiah, dikelilingi oleh air dan selalu ada di atas air pada saat air pasang

2.2 Kerusakan Pada Terumbu Karang

Pemanfaatan sumberdaya dan aktivitas pembangunan  menimbulkan dampak terhadap lingkunagan ekosistem pesisir dan pulau – pulau kecil. Dampak tersebut dapat berupa ancaman terhadap penurunan populasi, keanekaragaman biota, serta kerusakan ekosistem dan pantai.
Jenis ancaman gangguan sumberdaya alam pesisir di provinsi bengkulu dapat dibedakan dari faktor penyebab yaitu ancaman ekploitasi dan ancaman pencemaran serta kerusakan akibat pembangunan. Ancaman akibat kegiatan ekploitasi meyebabkan degradasi beberapa sumber daya alam diantaranya kerusakan terumbu karang, penurunan populasi ikan,pengurangan habitat hutan bakau dan padang lamun. Kerusakan terumbu karang dan penurunan ikan karang disebabkan pengboman karang. Penurunan ekosistem bakau disebabkan penebangan pohon dan pembukaan lahan tambak.
Ancaman akibat aktivitas pembangunan berupa fisik seperti pengerukan dan pengurungan, limbah pencemaran dan konversi lahan.meningkatnya kerusakan terumbu karang , dewasa ini telah mengkhawatirkan banyak kalangan, karena dengan rusaknya terumbu karang akan banayak mempengaruhi status keanekaragaman hayati laut yang kita miliki selama ini. Kerusakan terumbu karang terutama diakibatkan oleh aktivitas manusia, seperti penggunaan bahan peladek, pen ggunaan sianida, untuk menangkap ikan, sedimentasi dan pencemaran. Pemnafaatan potensi terumbu karang tidak jarang hanya berpegang pada salah satu fungsi yang lain yaitu sebagai penyokong kehidupan dan sosial budaya.


2.3 Penyebab Kerusakan Terumbu Karang
Keputusan Menteri negara lingkungan hidup Nomor : 04 tahun 2001 Tentang Kriteria baku kerusakan terumbu karang , beberapa faktor yang menyebabkan keruskan pada terumbu karang adalah sebagai berikut:

1.  Sedimentasi 
Konstruksi di daratan dan sepanjang pantai, penambangan atau pertanian di daerah aliran sungai ataupun penebangan hutan tropis menyebabkan tanah mengalami  erosi dan terbawa melalui aliran sungai ke  laut dan  terumbu karang.  Kotoran-kotoran, lumpur ataupun pasir-pasir ini dapat membuat air menjadi kotor dan tidak jernih lagi sehingga karang tidak dapat bertahan  hidup karena kurangnya cahaya. Hutan mangrove dan padang lamun yang berfungsi sebagai penyaring juga menjadi rusak  dan menyebabkan sedimen dapat mencapai terumbu karang. Penebangan  hutan mangrove untuk keperluan kayu bakar dapat merubah area hutan mangrove tesebut menjadi pantai terbuka. Dengan membuka tambak-tambak udang dapat merusak tempat penyediaan udang alami.

Gambar 2 : Pengaruh Sedimentasi pada perkembangan terumbu karang yang tersebar di lautan

2.            Penangkapan dengan Bahan Peledak
Penggunaan bahan peledak untuk penangkapan ikan oleh nelayan  akan mengakibatkan penangkapan ikan secara  berlebihan, sehingga  menyebabkan tangkapan ikan akan berkurang dimasa berikutnya. Penggunaan Kalium Nitrat (sejenis pupuk) sebagai bahan peledak akan mengakibatkan  ledakan yang besar, sehingga membunuh ikan dan merusak  karang di sekitarnya. 

Gambar 3 : Penggunaan bahan peledak di terumbu karang menghancurkan struktur terumbu,serta dapat meninggalkan gunungan serpihan karang hingga beberapa meter lebarnya.

3.  Aliran Drainase 
Aliran drainase yang mengandung pupuk dan  kotoran yang terbuang ke perairan pantaiyang mendorong pertumbuhan  algae yang akan menghambat pertumbuhan polip karang, mengurangi asupan  cahaya dan oksigen. Penangkapan secara berlebihan membuat masalah  ini bertambah  buruk karena ikan-ikan yang biasanya makan algae juga ikuk tertangkap. 
4.  Penangkapan Ikan dengan Sianida 
Kapal-kapal penangkap ikan seringkali menggunakan Sianida dan racun-racun lain untuk menangkap ikan-ikan karang yang berharga. Metode ini  acap digunakan untuk menangkap ikan-ikan tropis untuk akuarium dan sekarang digunakan untuk menangkap
ikan-ikan sebagai konsumsi restoran-restoran yang memakai  ikan hidup.
5.  Pengumpulan dan Pengerukan 
Pengambilan karang untuk digunakan sebagai bahan baku konstruksi atau dijual untuk cinderamata juga merusak terumbu karang. Demikian pula pengerukan dan pengeboman karang  untuk konstruksi di daerah terumbu karang.

6.  Pencemaran Air. 
Produk-produk minyak bumi dan kimia  lain yang dibuang di dekat perairan pantai, pada akhirnya  akan mencapai terumbu karang. Bahan-bahan pencemar ini akan meracuni polip karang dan biota laut lainnya. Kerusakan ekositem terumbu karang tidak terlepas dari aktivitas manusia baiok di daratan maupun pada ekosistem peseisir dan lautan kegiatan manusia baik di daratan seperti industri, per
tanian, riumah tangga akhir nya kana dapat ma imbulkan dampak negatif bukan saja pada perairan tetapi juga pada ekosdistem terumbu karang atau pesisir dsan lautan.

Gambar 4 : Peta Terumbu Karang Yang terancan dari Pencemaran dari Air Laut

Menurut Dahuri (2001) sebgaian besar bahan pencemar yang ditemukan di laut berasal dari kegiatan manusia di daratan. Ssebagai contoh kegiatan pengelolaan pertanian dan kkehutanan yang buruk tridak saja merusak ekosistem sungai melaui banjir dan erosoi tetapi juga menimbulkan dampak negatif pada perairan pesisir dan lautan. Melalui penggunaan pupuk anrganik dan pestisida dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan telah menimbulkan masalah besar bagi wilayah pesisir dan lautan
Pada tahun 1972 penggunaan pupuk nitrogen untuk seluruh kegiatanpertanian di Indonesia sekitar 350.000 ton maka pada tahun 1990 jumlah tersebut meningkat  menjadi 1.500.000 ton . total penggunaan pestisida pada tahun 1975 sebanyak 2000 ton. Kemudian pada tahun 1984 mencapai 16.000 ton(dahuri et al. 2001)
  1. Pengelolaan tempat rekreasi. 
Pengelolaan tempat rekreasi di wilayah pesisir yang tidak memperhatikan lingkungan, seperti penyewaan kapal, peralatan pemancingan dan penyelaman seringkali menyebabkan  rusaknya terumbu  karang.  Pelemparan jangkar ke karang dapat menghancurkan dan mematahkan terumbu karang. Para wisatawan yang mengambil, mengumpulkan,  menendang, dan  berjalan di karang ikut menyumbang terjadinya kerusakan terumbu karang. 

Gambar 5 : Kegiatan Rekreasi Penyelaman Yang Dapat Merusak Terumbu Karang

8.  Pemanasan global 
Terumbu  karang juga terancam oleh pemanasan global. Pemutihaan terumbu karang meningkat selama dua dekade terakhir,   masa dimana bumi mengalami beberapa kali suhu tepanas dalam sejarah. Ketika suhu laut meningkat sangat tinggi, polip karang kehilangan algae simbiotik didalamnya, sehingga mengubah warna mereka menjadi putih dan akhirnya  mati. Pemanasan global juga mengakibat cuaca ekstrim sukar diperkirakan, seperti badai tropis yang  dapat mengakibatkan kerusakan  fisik ekosistem terumbu karang yang sangat besar. Meningkatnya permukaan laut juga menjadi ancaman serius bagi terumbu karang dan pulau-pulau kecil maupun atol. 
Berbagai  akibat kerusakan terumbu karang mengakibatkan berbagai macam dampak kerugian, diantaranya menurunnya produkdsi sumberdaya perikanan, mempercepat abrasi pantai, dan menurunnya jumlah wisatawan karena menurunnya nilai estetika dan kein dahan terumbu karang.
Oleh karena itu menjaga agar fungsi terumbu karang dalam mendukung sum berdaya hayati laut secara berkelanjutan, perlu dilkaukan program kerja pengendalian kerusakan terumbu karang. Salah satu program kerja tersebut adalah program kampanye peningkatan kesadaran masyarakat akan arti pentingnya fungsi terumbu dan proses-proses alami yang terjadi didalamnya.
Berbagai program penyadaran masyarakat terhadap kelestarian akosistem terumbu karang telah dilaksanakan, swasta dan lembaga swadaya masyarakat. Namun hal ini tampaknya belum dirasa cukup, mengingat tingkat kemajemukan masyarakat kita, sehingga deperlukan bentuk program penyadaran masyarakat dalam kemasan yang beragam.
Menurut Retraubun, A.S.W. (2002) terumbu karang memilki produktivitas organik yang tinggi. Secara biologis terumbu karang merupakan ekositem yang paling produktif di perairan tropis dan bahkan mungkin diseluruh ekosistem baik di laut maupun di daratan karena kemampuan terumbu  karang untuk menahan nutriennt dalam sistem dan berperan sebagai kolam untuk menampung segala masukan dari luar. Selain itu terumbu karang sehat memilki keragaman spesies penghuninya dan ikan merupakan organisme yang jumlahnya terbanyak.
Tinggi produktivitas primer di peraiaran terumbu karang memungkinkan perairan ini sering merupakan tempat pemijahan , pengasuhan, dan mencari makan oleh kebanyakan ikan. Oleh karena itu secara otomatis produksi ikan din daerah terumbu karang sangat tinggi(Wikipwedia .2009)
Kerusakan terumbu karang yang disebablkan oleh manusia harus sedapat mungkin di cegah, karena akan sangat berdampak pada terganggunya ekosistem lainya dan menurunnya produksi ikan yang meruapakan sumber protein hewani bagi manusia.
Visi peneglolaan terunmbu karang yaitu terumbu karang merupaka sumber pertumbuhan ekonomi yang harus dikelola  dengan bijaksana, terpau dan berkelanjutan denga memelihara daya dukung dan kualitas lingkungan melalui permberdayaan masyarakat
Beberapa upaya yang sangat penting dalam dalam proses pelastarian didukung oleh beberapa aspek, aspek sosial,  yaitu meni ngkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pengelolaan terumbu karang secara terpadu dan berkelanjutan. Aspek ekonomi, yaitu meningkatkan pemanfaatan ekosistem terumbu karang secara efisien dan berkelanjutan.. Aspek kelembagaan yaitu dengan menciptakan sistem dan mekanisme kelembagaan yang profesional, efektif dan efisien dalam merencananakan dan mengelola terumbu karang secara terpadu.

Tabel I. Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang
PARAMETER
Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang
(dalam %)
Persentase luas Tutupan terumbu karang Yang Hidup
Rusak                   

Baik
Buruk
0   - 24.9
Sedang
25 - 49,9
Baik
50 - 74,9
Baik Sekali
75 - 100
            Keterangan Luas Tutupan Terumbu Karang Yang Hidup Yang Dapat Di Tenggang 50-100%
Sumber : Keputusan Mentri Negara Lingkungan hidup
               No KEP-04/ MENHL/02/2001

Sebenarnya akar permasalahan kerusakan terumbu karang meliputi empat  hal yaitu,1) kemiskinan masyarakat dan ketiadaan mata pencarian alternatif, 2) Ketidaktahuan dan ketidaksadaran  masyarakat dan pengguna, 3) lemahnya  penegakan  hukum, 4) kebijakan pemerintah yang belum menunjukkan perhatian yang optimal dalam mengelola sistem alami dan kualitas lingkungan kawasan pesisir dan lautan khususnya terumbu karang.
Menurut F-G UGM - Bakosurtanal(2000). Beberpa upaya yang harus dilakukan dalam pelestarian terumbu karang yang telah terlanjur adalah dengan pemulihan. Pemulihan kerusakan terumbu karang merupakan upaya yang paling sulit untuk dilakukan,  serta memakan biaya tinggi dan waktu yang cukup lama. Upaya pemulihan yang bisa dilakukan adalah zonasi dan rehabilitasi terumbu karang.

1.  Zonasi 
Pengelolaan zonasi pesisir bertujuan untuk memperbaiki ekosistem pesisir yang sudah rusak. Pada prinsipnya wilayah pesisir dipetakan untuk kemudian  direncanakan strategi pemulihan dan prioritas pemulihan yang diharapkan. Pembagian zonasi  pesisir dapat berupa zona penangkapan ikan, zona konservasi maupun lainnya sesuai dengan kebutuhan/pemanfaatan wilayah tersebut, disertai
dengan  zona penyangga karena sulit untuk membatasi  zona-zona yang telah ditetapkan di laut. Ekosistem terumbu karang dapat dipulihkan dengan memasukkannya ke dalam zona konservasi yang tidak dapat diganggu  oleh aktivitas masyarakat sehingga dapat tumbuh dan pulih secara alami.
2.  Rehabilitasi 
Pemulihan kerusakan  terumbu karang dapat dilakukan dengan melakukan rehabilitasi aktif, seperti meningkatkan populasi karang, mengurangi algae yang hidup bebas, serta meningkatkan ikan-ikan karang.
 a.  Meningkatkan populasi karang 
Peningkatan populasi karang dapat dilakukan dengan meningkatkan rekruitmen, yaitu membiarkan benih karang yang hidup  menempel pada permukaan benda yang bersih dan halus dengan pori-pori kecil atau liang untuk berlindung;  menambah migrasi melalui transplantasi, serta mengurangi mortalitas dengan mencegahnya dari kerusakan fisik, penyakit, hama dan kompetisi.
 b.  Mengurangi alga hidup yang bebas 
Pengurangan populasi alga dapat dilakukan dengan cara membersihkan karang dari alga dan meningkatkan hewan pemangsa alga.
 c.  Meningkatkan ikan-ikan karang 
Populasi ikan karang dapat ditingkatkan dengan meningkatkan rekruitmen, yaitu dengan meningkatkan ikan herbivora dan merehabilitasi padang lamun sebagai pelindung bagi ikan-ikan kecil; meningkatkan migrasi atau menambah stok ikan, serta menurunkan mortalitas jenis ikan favorit.

III. KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari tulisan ini adalah |:

  1. Terumbu karang merupakan organisme yang sangat peka terhadap perubahan –perubahan yang terjadi pada lingkungan di sekitar nya, dengan sifat nya menjadikan organisme ini sangat rentan terhadap kerusakan yang diakibatkan oleh manusia maupun  secara alami
  2. beberapa faktor yang menyebabkan rusak nya terumbu karanga adalah, sedimentasi, penangkapan  ikan menggunakan bahan peledak dan sianida,pengumpulan dan pengerukan,pemanasan global, pencemaran perairan laut dan tata kelola tempat  eisata bahari yang tida lestari
  3. Beberapa upaya yang dilakukan dalam usaha pemulihan terumbu karang diantaranya adalah Zonasi, rehabilitasi, peningkatan ikan karang dan mengurangi alga hidup yang bebas
Download disini
Share:
Powered by Blogger.

Pages

Copyright Text

Blogger templates